Wednesday, February 10, 2016

Sepenggal kisah dari sepotong Cassava (1)

Ini bukan kisahku, tapi kisah dari seorang petualang dan seorang penjaga. Bukan kisah cinta yang mendayu-dayu, namun bukan pula kisah cinta yang gagah... sebuah kisah yang biasa-biasa saja... karna sangat biasanya, pasti setiap orang pernah mengalaminya.

Kisah sepotong cassava hangat yang menumbuhkan cinta. Mari kita mulai...

Mamak aku yang satu ini suka sekali menyuguhkan singkong selagi hangat ke para pengunjung gunung  yang singgah ke gubuk di samping pos penjaga. Gubuk.. Ya... bapak aku yang memberikan rumah kecil berlantai dan berdinding kayu dengan nama Gubuk Harapan. Walaupun namanya Gubuk, tapi aku sangat nyaman dan menyukai rumah ini, tak ada sedetikpun terlintas dalam pikiran untuk meninggalkan Gubuk. Gubuk ini dibangun di atas tanah warisan leluhur aku, entah bagaimana ceritanya yang pasti pemerintah lokal telah menasbihkan menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Serdang. Jadi, aku dan mamak aku tidak akan khawatir akan terkena gusur akibat dari peraturan zona-zona yang membatasi ruang gerak kami warga kampung terhadap hutan leluhur sebagai sumber penghidupan kami. Gubuk kami, konstruski bangunan hampir 90% menggunakan kayu, akibatnya sangat nyaman untuk ditinggali, siang terasa sejuk dan hangat di malam hari. Halaman depan Gubuk dihiasi hamparan rumput gajah yang selalu menghijau, dan dipinggir serambi gubung berhiaskan setidaknya 3 jenis orchid hutan, yaitu Macodes Petola (Ki Aksara), Coelogyne pandurata, dan satu lagi aku tak tahu nama latinnya- kuberi nama dia the lost orchid. Jenis Macodes petola yang paling banyak ditemukan di halaman belakang Gubuk dengan luas kurang lebih seluas kota besar bernama Jakaruta.

Bapak aku telah meninggal tergelincir saat membantu mengevakuasi para pendaki yang tersesat di gunung Serdang sekitar lima tahun yang lalu. Jasad bapak ndak ditemukan, karena medan yang curam dan tidak memungkinkan untuk mencari ke dalam jurang karena peralatan yang ndak memenui standar evakuasi. Mamak dan aku tentu sedih ditinggal oleh bapak, tapi kami bahagia untuk bapak yang meninggalkan dunia menyatu dengan gunung dan kembali ke Sang Pencipta Kami. Bagi kami Gubuk adalah tempat berteduh dan hutan Serdang adahal jiwa kami.

Mamak aku seorang wanita kuat, hingga sekarang mamak aku masih sering menelusur gunung. Bukan untuk mencari bapak, tapi hanya sekedar jalan-jalan dan bercengkrama sama Sang Khalik. Ndak ada sedikitpun rasa takut atau khawatir, antara hutan dan mamak telah menyatu dalam jiwa. Mamak sangat pandai memasak. Masakan mamak paling sedap di dunia dan itu diakui oleh pendatang yang memang sengaja mampir ke Gubuk. Aku belum pernah merasakan makanan lain selain masakannya mamak. Tandingannya cuma makanan kemasan yang sering ditinggalkan oleh para pengunjung, ndak ada satupun dari makanan kemasan itu yang aku suka.

Aku, ya aku.. aku cuma seorang gadis yang katanya remaja, entar umurku berapa. Aku ndak tahu dan ndak pernah memikirkannya. Tapi kata mamak aku lahir sewaktu ada kebakaran hebat di Hutan Serdang dan itu kira-kira 22 tahun yang lalu. Ya.. aku ndak pernah mengenyam pendidikan formal atau sekolah. Pernah mamak dan bapak mengirimku ke desa terdekat ditipkannya aku ke paman agar aku bisa sekolah. Tapi cuma bertahan sebulan aku sanggup mengikuti serangkaian aturan.Aku gak tahan, akhirnya paman mengembalikan aku ke mamak dan bapak. Untunglah, bapak dan mamak tang mengganggap bahwa sekolah itu penting, karena yang penting adalah pendidikan. Alhasil, walaupun aku tak pernah mengenyam sekolah lebih dari sebulan, tapi pengetahuanku tentang biodiversitas hutan Serdang melebihi petugas hutan yang sering berganti-ganti. Kemapuan bahasa asingku english sangat fasih, mandarin dan jepang bisa jika cuma buat percakapan ringan. Aku mendapatkan pendidikan dan pengajaran dari alam, seringnya peneliti yang lebih menyukai tinggal di Gubuk daripada di mess yang sudah disiapkan mengakibatkan aku belajar banyak. Mereka suka meninggalkan buku-buku yang seringkali aku lahap ketika sedang tidak mengantar tamu menjelah hutan Serdang.

Kelemahanku hanya satu, aku tak pernah meninggalkan area gubuk dan hutan Serdang. Aku tumbuh menjadi gadis yang tangguh. Kata orang-orag aku cukup manis, kulitku memang hitam tapi terawat. Mamak aku mengajarkan cara merawat kulit dari daun-daunan yang bisa aku peroleh di hutan, Oops.. aku megambil seperlunya saja tanpa ada unsur keserakahan, seperti orang-orang yang pasti langsung kami curigai kalo punya itikad buruk. Mamak aku paling pandai membaca situasi seperti itu. Tubuh aku atletis seperti mamak dan tinggi seperti bapak. Kata Browners- aku manggil dia Broni, salah satu tamu dari negara yang hanya kutahu namanya yaitu Jerman kalo aku mirip dengan tokoh fiktif bernama Lara Croft. Hahahha... ndak tahu siapa dia.

Kharisma yang terpancar di muka mamak aku, membuat orang-orang enggan mengganggu kami. Kurang lebih, bapak dan mamak menjadi orang yang sangat disegani bagi para tamu yang akan masuk ke hutan Serdang. Itu satu hal lain keuntungan buatku, sehingga aku ndak perlu merawa khawatari dengan gangguan dari laki-laki iseng. Tapi toch, aku pun bisa menjaga diri, Bapak benar-benar mempersiapkan aku untuk menjadi wanita yang tangguh dan cerdas. Ndak perlu sekolah untuk menjadi tangguh dan cerdas, rupanya.

Suatu hari,
Gandeeeeeeesss.........................!!!! suara mamak aku gak biasa-biasanya menggelegar. Biasanya sangaaaatlah lembut ini mengapa tiba-tiba ..

(bersambung)


No comments:

Categories

Labels

zube's verden

Facebookuw

zube's FunClub